Selasa, 11 Januari 2011

Jilbab Putih Untuk Mama...

“Ayo dong Ma, kapan Mama mo mulai pakai..??” Lulu merajuk Mama lagi. Mama hanya tersenyum simpul melihat tingkah anak semata wayangnya. Ini bukan kali pertama ia merayu Mama. Sudah berkali-kali ia berusaha merayu Mama untuk mewujudkan keinginannya ini. “Ayo Ma, nanti Lulu yang belikan deh..” kalimat rayuan inilah yang pertama ia ucapkan sekitar tiga bulan yang lalu. Lain waktu ia mulai merayu dengan cara yang lain, “Ma, pasti Mama kelihatan cantik banget deh kalo pakai yang warna putih ini”. Biasanya Mama hanya tersenyum menjawab rayuannya. Pernah sekali Mama menjawab dengan lembut, “Iya sayangku, nanti Mama pasti pakai, tunggu hidayah Allah ya..”


Walaupun kadang bingung menjawab rayuan anak semata wayangnya, namun Mama bahagia melihat perubahan diri Lulu. Lulu adalah anak yang periang dan supel. Sejak dulu ia memiliki banyak teman. Saking banyaknya, Mama sempat kawatir dengan pergaulan Lulu saat menginjak usia SMA. Sejenak Mama kembali mengenang masa-masa dimana Lulu masih suka menggelayut manja dipangkuannya dulu. Lulu kecil adalah anak yang baik dan patuh pada orang tuanya. Ia adalah anak yang selalu membanggakan orang tuanya dengan prestasi-prestasi yang selalu diukirnya. Bakatnya yang luar biasa di bidang seni dan olahraga tidak membuat prestasi akademisnya menjadi buruk. Ketiganya berjalan seimbang dengan hasil yang membanggakan. Kelas 1 SD, ia berhasil meraih juara pertama tingkat kabupaten dalam lomba menyanyi antar SD. Kelas 3 SD, giliran lomba lukis yang diikutinya menempatkannya menjadi juara tingkat propinsi. Saat SMP bahkan ia pernah menjadi juara 3 tingkat nasional dalam kejuaraan Taekwondo. Prestasi akademisnya pun sangat membanggakan. Dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP ia selalu meraih rangking 1, hanya sekali ia menjadi rangking 2 saat kelas 1 SMP, itu juga karena ia pernah menderita sakit yang agak berat. Prestasi akademis diluar sekolah juga tidak mengecewakan. Ia pernah membuat bangga Mama saat dikirim pertukaran pelajar ke Australia saat awal-awal di SMA.


Saat-saat berat memang pernah dirasakan Mama ketika Lulu mulai masuk SMA. Lulu harus tinggal di Jakarta, sehingga jauh dari kontrol orang tua. Tekadnya sangat kuat untuk melanjutkan sekolah di SMA favorit di Jakarta. Cita-citanya tercapai dan ia harus meninggalkan orang tua untuk menetap di Jakarta. Namun kurangnya kontrol orang tua ini mempengaruhi pergaulan Lulu juga. Mama sering gelisah saat dikabari Lulu baru sampai tempat kost nya jam 1 malam setelah main bersama teman-temannya. Atau saat dikabari tentang temannya yang dikeluarkan dari sekolah karena kedapatan membawa obat-obatan terlarang ke sekolah. Prestasi akademisnya pun mulai menurun setelah sepulangnya dari Australia. Ia tidak pernah menunjukkan nilai-nilai akademis yang bagus lagi. Apalagi saat itulah masa-masa pubernya mulai tampak. ”Udah Ma, nggak usah kawatir, Lulu udah gede, udah bisa jaga diri kok..” jawabnya saat dulu Mama mengungkapkan kekawatirannya.


Alhamdulillah pelan-pelan kedewasaan Lulu mulai tampak saat ia mulai menginjakkan kaki di bangku kuliah. Di kampus pilihannya, di Bogor, ia mulai menampakkan banyak perubahan yang membuat Mama agak tenang, walaupun kadang-kadang juga membuat Mama bingung menjawab ajakan-ajakannya. ”Ayo Ma, aktif ikut pengajian di Mesjid dong.. Mama kan udah naik haji..”. Belum lagi saat mengomentari penampilan Mama. ”Mama udah naik haji, nggak boleh pake rok yang pendek lagi Ma..”. Dan yang terbaru adalah sudah sejak 6 bulan terakhir ini ia tidak bosan-bosannya mengajak Mama untuk mengenakan jilbab seperti yang baru dikenakannya. ”Lulu memang selalu terlihat manis dengan jilbabnya”, Mama selalu menggumam tentang hal ini setiap melihat anak semata wayangnya. Kegiatannya pun sekarang sangat religius. ”Sekarang Lulu lagi ikut kajian di Masjid Kampus Ma, nanti Lulu telpon lagi ya..” ujar Lulu saat ditelpon Mama.


Sebenarnya bukan tidak ingin, namun karena merasa waktunya belum pas, Mama masih menunda untuk mewujudkan keinginan anak semata wayangnya itu. Mama merasa masih banyak urusan-urusan kantor yang menghambatnya untuk mengenakan jilbab. Namun karena desakan Lulu, akhirnya Mama menjawab untuk menyenangkan Lulu. ”Iya sayang, nanti Mama mulai pakai jilbab saat ulang tahun kamu”. ”Alhamdulillah..” Lulu senang mendengar jawaban Mama, paling tidak sudah ada niat dari Mama walaupun ulang tahunnya masih 7 bulan lagi.


Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Lulu. Di usianya yang menginjak 19 tahun ia akan memberikan sebuah jilbab putih untuk Mama. Seminggu ini, ia diantar teman-temannya sibuk mencari hadiah untuk Mamanya ini. ”Aku mo yang terbaik untuk Mama”. Berbagai tempat dikunjunginya, dari pasar becek sampai mal-mal elit di kawasan Bogor. ”Ma, aku nggak bisa pulang pas ulang tahun, masih ada satu ujian lagi, Mama sama Papa yang kesini ya..??”. ”Iya nanti Mama kesana, Mama kan janji mau mulai pakai jilbab setelah ulang tahun anak Mama yang cantik”, jawab Mama di telpon beberapa hari yang lalu.


Hari ini benar-benar dipersiapkan sangat baik oleh Lulu. Semua sahabat-sahabatnya sudah berkumpul di rumah kost nya. Berbagai hidangan menghiasi meja rumah kost. Ia sudah tak sabar menanti kedatangan kedua orang tuanya. ”Udah sampai mana Mama kamu Lu..??” tanya teman-temannya. ”Biasa, Mama suka kasih kejutan, ditelpon HP nya nggak diangkat-angkat”, jawab Lulu berusaha menenangkan teman-temannya. Tak lama kemudian tampak sedan hitam memasuki pekarangan rumah kost nya. ”Itu dia Mama..”. Lulu diikuti teman-temanya menghambur keluar, ingin melepaskan rindunya pada Mama. ”Loh Pak Udin sendirian..??”. ”Mana Mama sama Papa..??”. Pak Udin terdiam, supir keluarga Lulu ini berusaha menyembunyikan kesedihan dibalik wajah tuanya.


Hari ini adalah hari spesial bagi Lulu. Hari ini takkan terlupakan sepanjang hidupnya. Jilbab putih yang terbungkus manis kertas kado dan pita merah jambu itu masih tergeletak di atas meja. Jilbab putih itu jadi saksi kegigihannya dalam merayu mama untuk berjilbab. Masih terngiang ditelinganya kata-kata lembut Mama, ”Iya sayang, nanti Mama mulai pakai jilbab saat ulang tahun kamu..” Tak terasa air matanya mulai menetes lagi. ”Ahh.. Mama pasti terlihat cantik pakai jilbab putih itu.. Kenapa begitu cepat..” ”Kenapa harus hari ini Ma..”, bisiknya lirih. ”Kullu nafsin dzaa iqotul mauut..” terngiang kembali kata-kata ustad saat kajian mingguan di masjid kampus kemarin, ”Sesungguhnya setiap yang bernyawa itu pasti akan menemui kematiannya”. ”Dan kita tidak tahu kapan ia akan menemui kita..”


”Jika bisa dilakukan hari ini, mengapa harus menunda kebaikan sampai besok hari..??

Sabtu, 08 Januari 2011

Workshop Attractive Teaching

Apa kata peserta tentang Workshop Attractive Teaching..??


Wijaya Kusumah ( SMP Lab School Jakarta )

Workshop ini sangat bermanfaat untuk guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Workshop Attractive Teaching sangat dibutuhkan oleh guru

yang akan berprestasi tinggi


Gatot Sudarsono ( SMAN 1 Pagak Jawa Timur )

Kami merasa senang & terhibur serta menambah pengetahuan. Kami berharap agar training ini dapat dipublikasikan di acara TV pada acara pendidikan


Nurhasanah ( SDIT Nurul Fikri Depok )

Sebagai guru kita harus menjadi ”kaya” dan dengan workshop inilah kita dapat menanam investasi berharga untuk masa depan anak-anak kita yang lebih cerah dengan menghadirkan something ”wow” dalam setiap kesempatan kita bersama anak-anak didik kita


Juli E. Prijani ( SMAN 1 Pagak Jawa Timur )

Sangat perlu bagi guru, terutama yang murid-muridnya kurang motivasi belajarnya dan bagi sekolah yang berada di tempat-tempat terpencil dengan fasilitas kurang


Widi Gunarti ( SMA Yadika 13 Tambun Jawa Barat )

Wajib diikuti guru yang ingin membuat kelas lebih hidup


Emi Priyanti ( SMPN 30 Jakarta )

Training yang menarik, memotivasi kita untuk mengajar lebih menarik dan bermakna


Lenny A. Dewi ( SMAN 3 Bekasi Jawa Barat )

Dengan mengikuti workshop ini membuat saya lebih terbuka atas berbagai perbedaan karakter dan sikap siswa dan akan membantu mendekatkan diri dengan para peserta didik dengan memberikan pelajaran yang menarik


Sunaryati ( SMAN 1 Pagak Jawa Timur )

Setelah mengikuti training ini ternyata banyak sekali hal-hal baru yang belum pernah saya dapatkan di diklat-diklat sebelumnya


Rosanita Sinulingga ( SMK Yadika 7 Bogor Jawa Barat )

Training ini merupakan salah satu kebutuhan setiap guru karena training ini memberi pengaruh untuk menjadi guru yang lebih baik dan mempunyai banyak cara untuk membangun semangat anak didik


Sri Samiasih ( SMAN 1 Pagak Jawa Timur )

Pak Catur, Motivator Guru Indonesia...!!!


Jika Anda ingin juga merasakan manfaat seperti apa yang telah dirasakan oleh para peserta lainnya, segera hubungi kami sekarang juga...


Anda lebih tahu mana yang lebih baik menurut Anda, menunggu workshop berikutnya atau mengadakan workshop ini disekolah Anda seperti sekolah-sekolah lainnya...


Info lengkap hubungi :

Rahmawati ( 0856-93517498 )

































Jumat, 07 Januari 2011

SERI GURU IDOLA 6 - Andalah Pemainnya Bukan Mereka

Ada yang menarik dalam training hari ini. Yaitu mengenai sudut pandang yang biasanya kita gunakan dalam memandang para siswa yang kita ajar. Sesuatu yang menarik ini saya dapatkan saat seorang guru bercerita dalam perkenalan di depan kelas training kami.

”Bapak dan Ibu sekalian, pengalaman saya mungkin tidak sehebat pengalaman Bapak dan Ibu sekalian. Sekolah kami juga tak sehebat sekolah Bapak dan Ibu sekalian. Murid-murid saya adalah anak-anak pinggiran, dengan kelas ekonomi bawah. Lain hal nya jika saya menjadi guru di sekolah favorit, pasti akan banyak sekali siswa-siswa berprestasi yang akan kami hasilkan. Saat ini kami hanya menjalankan fungsi sederhana, yaitu yang penting mereka bisa mengenyam pendidikan saja. Rasanya berat kalau kita berpikir tentang prestasi atau juara-juara dalam lomba-lomba dengan sekolah lain. Apalagi berpikir untuk bersaing dengan sekolah-sekolah mahal disekitar sekolah kami, jelas kami kalah”. Itu adalah sepenggal dari perkenalan beliau, diawal training. Kemudian dilanjutkan dengan perkenalan peserta lainnya.

Saya sedikit gelisah dengan sudut pandang beliau dalam memandang anak-anak didiknya. Untuk memberikan pencerahan terhadap sudut pandang beliau, akhirnya dalam pertengahan training saya sampaikan sebuah cerita, dengan harapan dapat sedikit mengubah kerangka berpikirnya. ”Mungkin selama ini kita merasa usaha dan kerja keras kita tergantung pada seberapa pandainya siswa-siswa kita”, saya mulai membuka cerita. ”Namun ada sebuah cerita yang cukup menarik untuk kita cermati, ceritanya begini :

Suatu hari ada sebuah rumah lelang yang sedang mengadakan pelelangan barang-barang kuno. Banyak barang-barang kuno yang dilelang pada hari itu. Dari mulai peralatan rumah tangga, alat elektronik, kendaraan, buku-buku hingga alat musik. Satu persatu barang-barang itu mulai dilelang. Semua barang sudah terlelang dengan mudahnya, hingga sampai pada barang terakhir yang akan dilelang, yaitu sebuah biola tua. Biola ini terlihat kusam dan tidak menarik. Hampir semua peserta lelang tidak tertarik melihatnya. Namun, panitia tetap membuka lelang untuk biola tua itu. Mereka membuka lelang untuk biola itu dengan menyerahkan harga pertama pada peserta lelang. ”Kami buka lelang untuk biola tua ini dengan harga pembuka dari Anda, silahkan ada yang mau memulai..??”.

”Dua Dollar”, seorang pengunjung membuka harga sambil mengangkat tangannya. ”Empat Dollar”, seorang wanita diseberang meja menanggapi sambil mengangkat tangannya. ”Lima Dollar”, seorang pria bertopi kuning mengangkat tangannya. Kemudian suasana hening sejenak, ”Tujuh Dollar”, seorang wanita tua mencoba ikut berpartisipasi dengan mengangkat tangannya. Suasana kembali hening agak lama, sepertinya akan berhenti di harga Tujuh Dollar. ”Sepuluh Dollar”, terdengar suara agak keras dari seorang berpakaian rapi lengkap dengan jas-nya seperti ingin menutup harga lelang biola tua ini. Panitia sejenak mengamati seluruh peserta lelang, kemudian ia bertanya, ”Baik, ada penawaran lagi..??”. Semua peserta diam, kelihatannya tidak ada peserta lain yang berminat untuk menawar lebih dari sepuluh dollar. Ia mulai mengarahkan mata berkeliling lagi untuk memeriksa apakah ada yang mau memberikan penawaran lagi. ”Sekali lagi saya tanya, apakah ada penawaran lagi..??” ia mulai memastikan apakah lelang akan berakhir di angka sepuluh dollar.

”Tunggu..!!” seorang tua tiba-tiba maju ke depan panggung. Ia membisikkan sesuatu kepada panitia lelang. Dari kejauhan terlihat anggukan persetujuan panitia lelang. Semua peserta tidak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh laki-laki tua ini. Tak lama kemudian laki-laki tua mengambil biola yang tadi akan di lelang. Semua peserta heran, menebak-nebak apa yang akan dilakukannya terhadap biola tua itu.

Ternyata ia mulai memainkan sebuah lagu dengan biola itu. Perlahan mulai terdengar suara musik yang merdu dan mendayu. Para penonton mulai menikmati permainan biola laki-laki tua itu. Begitu menghayatinya ia sehingga membuat para penonton ikut terlarut didalamnya. Gerakan tangannya begitu lincah. Gesekan demi gesekan dawai biola itu begitu menyentuh perasaan orang-orang yang mendengarnya. Seluruh penonton benar-benar terbawa oleh irama permainannya. Permainannya begitu memukau. Ia sangat menjiwai, dan bermain dengan penuh kesungguhan. Ia benar-benar terlihat memainkan dengan penuh perasaannya, dengan semangatnya, dengan seluruh sentuhan hatinya. Seluruh penonton benar-benar terpukau. Sesaat kemudian sang laki-laki tua menyelesaikan permainannya dengan penuh kesempurnaan. Seluruh penonton terdiam, dan tak lama kemudian terdengar tepuk tangan dan sorak sorai kekaguman dari para penonton. Sang laki-laki tua turun dari panggung, belakangan diketahui bahwa dulu ia adalah seorang maestro biola ternama di kota itu.

Setelah semua penonton tenang, panitia lelang melanjutkan penawaran harga biola tua itu. ”Silahkan penawaran berikutnya, ada yang berani lebih tinggi dari sepuluh dollar..??. ”Dua Puluh Dollar”, terdengar suara dari tengah penonton. ”Lima Puluh Dollar”, sahutan berikutnya. ”Seratus Dollar”, wanita tua kembali bersuara. ”Dua Ratus Dollar” seorang pria separuh baya ikut berpartisipasi dalam penawaran harga. ”Dua Ratus Lima Puluh Dollar”, tawaran berikutnya dari seorang pria berdasi di sudut ruangan. Tak terasa tawar menawar terus berlanjut dan berhenti di titik Dua Ribu Lima Ratus Dollar untuk biola tua itu.

Cerita saya berhenti disini, kemudian saya tanyakan kepada para peserta, ”Apa yang membuat biola tua itu menjadi sangat mahal..??”. ”Karena dimainkan dengan sangat baik oleh sang maestro..!!” serempak para peserta menjawab. ”Tepat sekali. Sang maestro memainkan dengan sempurna, walaupun hanya sebuah biola tua”.

”Itulah perumpamaan yang baik bagi kita sebagai seorang pengajar. Apa yang kita mainkan tidak tergantung biolanya, tidak tergantung bagaimana siswanya, melainkan bagaimana kita memainkan peran kita sebaik-sebaiknya untuk membentuk anak-anak didik kita menjadi jauh lebih mahal dari nilai mereka saat ini. Seperti layaknya sang maestro mampu mengubah nilai sebuah biola tua menjadi sangat mahal dimata para peserta lelang”.

”Bagaimanapun kondisi anak didik Anda, mengajarlah dengan hati dan penuh kesungguhan, karena Andalah Pemainnya Bukan Mereka...”